Pages

Friday 4 May 2012

in the name of s a h a b a t


 


               Di sebuah desa terpencil yang tenang dan jauh dari keramaian kota, tinggallah Adit, Ditya, Tama, Hil dan Lup. Mereka adalah sebagian anak-anak yang tinggal di desa tersebut. Kelimanya merupakan sahabat dari kecil tepatnya sejak umur 4 tahun, rumah mereka berdekatan dan  juga bersekolah di sekolah yang sama, mereka masih kelas 5 SD.
               Siang itu sepulang sekolah, mereka berjalan bersama.
”Adit, bagaimana hasil nilai raportmu?”,tanya Ditya.
“Ya lumayan lah tidak ada nilai yang merah”,jawab Adit.
“Wah kalau nilaiku banyak merahnya nih!”,sergah Tama.
“Kami juga…”,lanjut Hil dan Lup bersamaan.
“Sudah-sudah jangan ngomongin nilai terus ah!Kita ngomong yang lainnya saja”,Adit memotong pembicaraan.
“Oya besok kan udah mulai libur,kita mau ngapain nih??”,sambung Tama. “Emmm bagaimana kalau kita main ke bendungan di ujung sungai?Kita udah lama kan nggak ke sana?”usul Ditya.
“Tapi bukankah bendungan itu mau di tutup?”,sanggah Lup seraya menatap Hil.
“Iya di sana kan akan dibangun PLTA”,sahut Hil meneruskan perkataan Lup.
”Nah justru itu, sebelum di tutup ayo kita main ke sana..”, jawab Ditya seakan sedang berpromosi.
“Baiklah aku setuju, kita berkumpul besok pagi di tempat biasa!Oke??,”lanjut Adit. “Siiip!!”,Tama, HiL dan Lup menyanggupi.
 Tidak terasa mereka sudah dekat dengan rumah, mereka lalu berpisah dan menuju rumah masing-masing.
 ”Sampai besok ya!”,kata Adit pada semuanya.
               Keesokan harinya, mereka sudah berkumpul di gardu pos kamling tua yang tak terpakai lagi dekat sawah, gardu itu merupakan tempat mereka biasa berkumpul, bermain, dan melakukan kegiatan lainnya.Gardu tersebut ibarat rumah kedua mereka.
Setelah berkumpul mereka rencananya akan langsung berangkat, namun Ditya belum juga tampak.
Adit, Tama, Hil dan Lup menunggu kedatangan Ditya dengan sabar, sudah setengah jam mereka menunggu tetapi Ditya belum juga datang. Lima menit kemudian terlihat Ditya sedang berlari menuju ke arah gardu, ”Ma..,maafkan aku teman-teman.. Aku sudah membuat kalian menunggu..”,kata Ditya sambil terengah-engah.
”Memangnya kenapa sih kamu baru datang?Telat nih!”,sahut Tama agak kesal. Ditya tak menjawab pertanyaan Tama, dia hanya terdiam.
               Tidak lama kemudian mereka akhirnya berangkat menuju ke bendungan di ujung sungai. Jarak menuju bendungan itu tidaklah dekat, jika ditempuh jalan kaki bisa memakan waktu hingga berjam-jam. Selain itu mereka juga harus melewati kebun, sawah, dan menyeberangi sungai yang arusnya lumayan deras. Namun bagi anak desa seperti mereka, hal itu semua bukan hambatan yang berarti.
Mereka berangkat dengan hati riang gembira, diperjalanan mereka bersenda gurau, menyanyi-nyanyi, terkadang mereka berhenti sejenak untuk beristirahat.
”Teman, kita berhenti dulu yah?Kakiku udah agak pegel nih!”,kata Lup sembari memegangi kakinya.
”Ah kamu gimana sih?Bentar lagi juga nyampe?!”,jawab Hil seakan ingin terus berjalan.
Ditya lalu mendekati Hil,
”Lebih baik kita berhenti dulu, kasihan Lup tampaknya dia benar-benar lelah..”,Ditya mencoba membujuk Hil.
”Benar apa kata Ditya, Hil..”,sahut Adit.
Hil mengalah dan mereka beristirahat dulu di sebuah kebun.  Lalu mereka membuka tas masing-masing dan mengambil bekal yang sudah disiapkan.
”Tama, mana bekalmu?Mengapa hanya diam saja?Kau juga keliatan sudah lapar..”,tanya Lup sambil memakan bekalnya.
”Aku memang belum makan sejak pagi... Bekalku...,aku lupa memasukkan ke dalam tas..”,jawab Tama seraya menahan lapar.
Ditya menyodorkan bekalnya pada Tama, ”Makanlah ini..”,kata Ditya.
”Kamu....?”,Tama bertanya dengan suara lirih. ”Ambil...”,jawab Ditya singkat.
Tanpa basa basi lagi Tama langsung menerima dan memakan bekal Ditya, agaknya dia memang sudah sangat lapar. Adit, Hil dan Lup hanya terdiam melihat kejadian itu. Adit merasa ada yang aneh pada diri Ditya, dia merasa hari ini Ditya tidak seperti biasanya. Tapi dia belum menganggap hal itu serius. Ditya yang bekalnya telah dimakan Tama hanya berdiri sembari melihat-lihat keadaan sekitar.
”Kau tak makan..?”,tanya Adit.
”Tidak....”,lagi-lagi Ditya menjawabnya dengan singkat.
Adit tak meneruskan pertanyaannya.
               Setelah beristirahat cukup lama, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Jarak menuju bendungan memang sudah agak dekat. Tinggal melewati semak belukar mereka akan sampai di pintu masuk bendungan.Tetapi, tiba-tiba Hil terjatuh tersandung batu,”Brukkk!”
”Adu..uh,kakiku....”,rintih Hil. Tampaknya kaki Hil terkilir, dia menjadi sulit untuk berjalan. ”Gimana nih?Hil sulit berjalan?!”,kata Lup panik.
Seketika Ditya menghampiri Hil lalu memapahnya. ”Aku bantu... Sebentar lagi kita sampai..”,kata Ditya sambil menopang tubuh Hil.
”Te...,terima kasih”,kata Hil. Ditya hanya tersenyum.
Mereka kembali meneruskan perjalanan yang tinggal beberapa meter lagi. Sebenarnya Ditya agak kerepotan memapah Hil, tapi dia tetap berusaha bertahan.
”Perlu bantuan?”,tanya Adit pada Ditya.
”Gantian saja..!”,lanjut Lup.
”Kau  capek...?”, Hil juga bertanya.
”..... Sebentar lagi sampai.”,jawab Ditya.
Sementara itu, Adit kembali merasa terheran-heran dengan sikap Ditya.
               Akhirnya mereka tiba juga di pintu masuk bendungan, lalu mereka masuk dan mencari tempat yang nyaman untuk singgah. Mereka berhenti di atas bangunan pintu air sembari melihat-lihat pemandangan sekitar. Mereka tampak menikmati suasana pada saat itu.
”Pemandangan yang indah.....”,tiba-tiba Ditya berkata.
”Iya.....”,jawab Adit sambil terus melihat ke arah hamparan air yang luas.
Ditya memalingkan badannya lalu menatap teman-temannya,
”Seindah persahabatan kita”,lanjut Ditya.
”Persahabatan....??”,Lup tampak tak mengerti maksud perkataan Ditya.
Wajah Ditya terlihat amat sedih, dia terus menatap ke arah teman-temannya. Hal itu membuat teman-teman Ditya tampak semakin kebingungan. Suasana menjadi sepi.
”Kau..,kenapa...?”,Adit bertanya pada Ditya.
”Aku... Aku hanya ingin melakukan kebaikan pada kalian, untuk yang terakhir...”,Ditya menjawab dengan raut muka penuh kesedihan.
”Maksudmu...?”,tanya Tama.
Ditya belum menjawab peryanyaan Adit dan Tama, air mata mulai menetes dari mata Ditya. Yang lain juga menjadi diam, mereka tidak berani berkata apa-apa. Hanya sebuah pertanyaan yang masih menghinggapi hati mereka, ada apa dengan Ditya.
Beberapa saat kemudian Ditya mendekat ke arah teman-temannya, lalu diusapnya air mata yang membasahi wajahnya. Ditya berkata,
”Persahabatan kita memang tak kan berakhir..., tapi maafkan aku kawan.. Aku harus pergi meninggalkan kalian.. Kita akan berpisah.. Mungkin ini akan menjadi saat terakhir kita bisa bersama, sangat berat untukku.
Sudah hampir sepuluh tahun kita bersama, mungkin ini sudah cukup waktunya...”
”Ditya....?”,Hil memotong pembicaraan.
............
Ditya semakin tak kuasa, dia menangis,
”Aku akan pindah dari desa ini, kami sekeluarga akan pindah ke kota..
Orang tuaku mendapat pekerjaan di kota..,dan karena tempat itu sangat jauh akhirnya ayah memutuskan untuk membawa serta aku, adik dan ibuku... Kami akan berangkat besok pagi.. Itu sebabnya juga mengapa aku tadi telat. Aku membantu orang tuaku merapikan barang-barang kami”
               Adit, Tama, Hil dan Lup tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka akhirnya mengerti apa maksud dari Ditya pada hari ini. Mereka benar-benar tidak menyangka akan ditinggal oleh salah satu sahabatnya. Suasana menjadi haru, semua anak menitikkan air matanya.
Seketika kelima anak itu berpelukan, dalam hati mereka masing-masing berjanji untuk tidak akan saling melupakan meskipun dikemudian hari mereka tidak lagi akan tetap bersama. Persahabatan mereka abadi....

-________-''

No comments:

Post a Comment